Biota Laut sebagai Sumber Pengobatan Berbagai Penyakit

 By. Humayra Qurrata Aini (Dept. Keilmuan)

Laut (Sumber: bobo.grid.id)

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan total jumlah pulau 17.504 pulau, yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil. Hal tersebut menyebabkan Indonesia dinobatkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, mengalahkan negara-negara lainnya (Lasabuda, 2013). Sebagai negara kepulauan, menjadikan total luas laut Indonesia sebanyak dua pertiga dari daratannya yaitu 3,544 juta km2. Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Garis pantai Indonesia yaitu sepanjang 104.000 km. Oleh karena itu, Indonesia memiliki  sumberdaya alam yang melimpah baik itu di laut maupun di pesisir pantai (Pursetyo dkk, 2015).

Spons (Sumber: news.unair.ac.id)

Keanekaragaman hayati di laut dan pesisir pantai Indonesia juga cukup tinggi sehingga berbagai manfaat sumberdaya alam yang ada di laut dapat dinikmati orang Indonesia. Menurut Murtihapssari (2010), terdapat berbagai sumberdaya alam yang ditemukan di perairan Indonesia, antaranya yaitu 782 spesies alga, 13 spesies lamun, 38 spesies bakau, 3215 spesies gorgonia 830 spesies spons, 2500 spesies mollusca, 1512 spesies crustacea, dan 745 spesies echinodermata. Keanekaragaman hayati tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai obat dalam bidang medis yang dikenal dengan semboyan “drug from the sea” pada akhir tahun 1970-an searah dengan berkembangnya ilmu bioteknologi (Murtihapsari dan Chasanah, 2010).

 

Alkaloid (Sumber: simple.wikipedia.org)

Sejak ditemukannya alternatif obat dari biota laut, manusia mulai sering memanfaatkan senyawa kimia yang terkandung dalam biota laut sebagai sumber makanan maupun obat-obatan. Sejak zaman dahulu, orang Indonesia juga sudah memanfaatkan senyawa kimia khususnya metabolit sekunder yang ada dalam organisme laut sebagai obat tradisional, contohnya yaitu jamu. Metabolit sekunder merupakan bahan alami berasal dari laut yang dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan di bidang farmakologi. Hal tersebut membuktikan kekayaan manfaat terdapat pada biodiversitas laut di Indonesia (Chasanah, 2008).

Tunicates (Sumber: coraldigest.org)

Senyawa bioaktif berupa metabolit primer dan metabolit sekunder yang ada di laut berasal dari ekstrak organisme invertebrata laut seperti porifera, cnidaria, ekinodermata, arthropoda, spons, tunicates, bryozoans, dan moluska. Invertebrata laut tersebut memiliki berbagai manfaat untuk menyembuhkan penyakit. Antara manfaatnya yaitu antimikrobial, antioksidan, antihipertensi, antikoagulan, antikanker, antiinflamasi, dan dapat meningkatkan imun tubuh manusia. Salah satu contoh metabolit sekunder yang mengandung antiinflamasi yaitu alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa amina yang dapat ditemukan di tumbuhan, mikroorganisme, hewan, dan organisme laut. Kandungan alkaloid berasal dari organisme invertebrata laut seperti Ascidian aplidium yang mengandung senyawa Ascidiathiazone, Sponge sp. yang mengandung senyawa Manzamine, dan Stylissa carteri yang mengandung senyawa Carteramine A. Alkaloid memiliki manfaat sebagai antiinflamasi dalam neutrofil manusia yaitu sel darah putih yang ada di dalam tubuh manusia. Neutrofil sendiri memiliki fungsi untuk melawan infeksi serta melindungi tubuh dari berbagai penyakit (Senthilkumar and Kim, 2013).

Ascidian aplidium (Sumber: eurekalert.org)

Berbagai macam obat bersumber dari bahan alami laut yang digunakan sebagai obat penyakit kronis juga telah diresmikan oleh United States-Food and Drug Administration. Antaranya yaitu trabectedin yang berasal dari organisme tunicate yang digunakan untuk penyembuhan kanker ovarium. Selanjutnya yaitu eribulin mesylate berasal dari spons yang dimanfaatkan untuk penyembuhan kanker payudara metastasis. Seterusnya yaitu vidarabine bersumber dari spons yang digunakan untuk menyembuhkan infeksi virus herpes simpleks. Akhir sekali yaitu cytarabine bersumber dari spons yang digunakan untuk pengobatan penyakit leukemia (Kanase and Singh, 2018).

Eribulin mesylate (Sumber: techtransfer.cancer.gov)

            Dari paparan diatas, dapat kita ketahui bahwa laut merupakan ekosistem yang menyimpai berbagai biota laut yang mengandung senyawa bioaktif sebagai alternatif pengobatan berbagai penyakit baik itu penyakit ringan maupun penyakit yang parah. Namun, proses untuk mengolah senyawa bioaktif tersebut tidaklah mudah dan menghabiskan biaya yang cukup tinggi. Proses pengolahannya termasuk riset dan uji coba efektivitasnya juga memakan waktu yang sangat lama yaitu sekitar 10 tahun sebelum obat tersebut dapat dipasarkan di industri farmasi. Selain itu, ekosistem laut yang jarang dieksplorasi membuat tidak ramai ilmuwan tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai bidang ini (Jaspars et al, 2016).

Akhir-akhir ini, laut juga sudah terekspos dengan pencemaran yang dilakukan di darat sehingga menyebabkan ekosistem laut ikut terancam eksistensinya. Maka dari itu, kita sebagai calon saintis harus turut berkontribusi mengembangkan alternatif pengobatan dari biota laut dengan cara menjaga kelestarian ekosistem laut sekaligus mencari tahu mengenai alternatif pengobatan dari laut agar di masa depan lebih banyak marine scientists yang dapat dicetak untuk berkontribusi dalam meningkatkan kualitas kesehatan melalui alternatif pengobatan yang bersumber dari laut (Jaspars et al, 2016).

 

 

 

 

 

Daftar Referensi:

Chasanah, E. (2008). Marine Biodiscovery Research in Indonesia: Challenges and Rewards. Journal of Coastal Development. 12(1): 1-12.

Jaspers, M., Pascale, D. D., Andersen, J. H., Reyes, F., Crawford, A. D., and Ianora, A. (2016). The Marine Biodiscovery Pipeline Medicines of Tomorrow. Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom. 96(1): 151-158.

Kanase, H. R., and Singh, K. N. M. (2018). Marine Pharmacology: Potential, Challenges, and Future in India. Journal Med Sci. 38(2): 49-53.

Lasabuda, R. (2013). Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1-2: 92-101.

Murtihapsari. Dan Chasanah, E. (2010). Potensi Penemuan Obat Antimalaria Baru dari Laut Indonesia. Squalen. 5(3): 86-91.

Pursetyo, K. T., Tjahjaningsih, W., dan Pramono, H. (2015). Perbandingan Morfologi Kerang Darah di Perairan Kenjeran dan Perairan Sedati. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(1): 31-33.

Senthilkumar, K., and Kim, S. K. (2013). Marine Invertebrate Natural Products for Anti-Inflammatory and Chronic Diseases. Hindawi Review Article: 1-11.

Daftar Gambar:

https://bobo.grid.id/read/08675907/indonesia-surganya-wisata-bawah-laut

https://www.coraldigest.org/index.php/Tunicates

https://www.eurekalert.org/multimedia/pub/97736.php

http://news.unair.ac.id/2019/10/24/biota-laut-spons-berpotensi-obati-penyakit-alzheimer/

https://simple.wikipedia.org/wiki/Alkaloid 

https://techtransfer.cancer.gov/aboutttc/successstories/eribulin-mesylate

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Caulerpa Racemosa Sebagai Sumber Pangan Fungsional Indonesia

Bintang Laut Berduri #Ombac5.0

Sampah Putung Rokok Menjadi Ancaman di Laut #Ombac5.0