Pencemaran Mikroplastik di Laut indonesia #Ombac5.0
NIM : 09020120032
Kelas : Biologi A
Di Indonesia, sampah plastik kondisinya memang memprihatinkan. Berkaca
pada riset Jambeck [2015], sampah plastik di laut Indonesia menempati urutan ke
dua dunia [setelah Tiongkok]. Atau, nomor satu bila dibandingkan dengan
negara-negara berpendapatan menengah kebawah dengan kuantitas mencapai 187,2
juta ton (Ihsannudin, 2020).
Kontribusi sampah plastik laut berasal dari daratan dan juga
kiriman dari wilayah lain. Di
tingkat global, sampah plastik yang dibuang ke laut mencapai 8 juta
metrik ton. Ini tak dapat dihindari, mengingat sifat konektivitas area
laut. Secara
nasional, Badan Pusat Statistik [BPS] menyebutkan dari 64 juta ton sampah
plastik per tahun, sekitar 3,2 juta ton dibuang ke laut (Ihsannudin, 2020).
Hal ini mengakibatkan tumpukan sampah yang terus meningkat. Plastik
merupakan sampah anorganik yang tidak bisa terurai meskipun bertahun tahun
lamanya. Tetapi sampah plastik yang terlalu lama tertimbun dapat berubah
menjadi mikroplastik. Mikroplastik (MPs) adalah partikel plastik berukuran
antara 1 µm –5mm yang berasal dari sumber primer ataupun sekunder (Browne et
al., 2011).
Dalam sumber lain menyebutkan bawa Mikroplastik merupakan partikel
yang berasal dari polymer dengan diameter kurang dari 5 mm. Kandungan
mikroplastik itu disebabkan oleh sampah plastic (Hartik, Andi, 2020).
Kandungan mikroplastik
tersebut akan berbahaya jika dikonsumsi oleh masyarakat. . Sampai saat ini,
mikroplastik belum ditetapkan sebagai parameter dalam menentukan kriteria mutu
air sungai sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Erwando,
2020).
Selain sangat berbahaya bagi masyarakat mikroplastik masih menjadi
ancaman serius bagi biota laut. Biota laut bahkan lebih terdampak buruk mikroplastik
dibanding satwa darat. Ketua Protection of Forest and Fauna (ProFauna) Indonesia,
Rosek Nursahid membeberkan fakta yang ditemui tentang satwa laut yang menjadi
korban mikroplastik. Beberapa daerah seperti Sumatera Barat, dan Kalimantan
Timur, pernah menemukan penyu yang mati setelah diautopsi ternyata di dalam
tubuhnya terinfeksi zat dari mikroplastik (Rosek, 2020)
Mikroplastik tersebut tercampur dan menempel pada sebagian besar
rantai makanan mereka. Dengan kata lain, lambat laun mikroplastik yang
mencemari lautan akan menjadi masalah besar dan membunuh penyu-penyu yang ada (Ardiansyah,
2020).
Pemerintah Indonesia secara umum telah mengatur pengelolaan sampah
melalui UU 18/2008. Namun, sampah plastik yang dominasinya akibat aktivitas
konsumsif jika menggatungkan nasib pada pemerintah saja tidak cukup.
Sebaliknya, menekankan pada masyarakat selaku konsumen juga tidak cukup adil.
Karena, ada pihak industri selaku produsen yang juga berperandalam hal
tersebut. Sebagaimana Pasal
15 UU 18/2008 disebutkan bahwa produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang
yang diproduksinya, yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam
(Ihsannudin, 2020).
Komentar
Posting Komentar